BAHAYA PERGAULAN BEBAS UNTUK REMAJA
Written by: Asri Nuritriani
Remaja adalah masa peralihan dari
kanak-kanak ke dewasa, yaitu mereka yang berusia antara 13 tahun sampai dengan
18 tahun. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak,
namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang
mencari jati diri yang paling sesuai baginya dan inipun sering dilakukan dengan
cara coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan
sering menimbulkan kekhawatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi
lingkungan dan orangtuanya.
Generasi muda adalah yang diharapkan
di masa depan yang mampu meneruskan kepemimpinan bangsa ini agar lebih baik.
Dalam mempersiapkan generasi muda juga sangat tergantung kepada kesiapan
masyarakat yakni dengan keberadaan budayanya. Termasuk didalamnya tentang
pentingnya memberikan pelajaran tentang perilaku-perilaku yang negatif, yang
antara lain; minuman keras, mengkonsumsi obat terlarang, sex bebas, dan
lain-lain yang dapat menyebabkan terjangkitnya penyakit HIV/AIDS.
Sekarang ini zaman globalisasi.
Remaja harus diselamatkan dari globalisasi. Karena globalisasi ini ibaratnya
kebebasan dari segala aspek. Sehingga banyak kebudayaan-kebudayaan yang asing
yang masuk. Sementara tidak cocok dengan kebudayaan kita. Sebagai contoh
kebudayaan free sex itu tidak cocok dengan kebudayaan kita. Pada saat ini,
kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para remaja
dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di
tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan
masyarakat sekitarnya.
Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa
remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang
membanggakan. Akibatnya, di jaman sekarang ini banyak remaja yang putus sekolah
karena hamil. Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi
pengaraha oleh orangtua nya dengan sebaik mungkin. Anak hendaknya ditumbuhkan
kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan
tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan
kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya.
Dalam memberikan pengarahan dan
pengawasan terhadap remaja yang sedang jatuh cinta, orangtua hendaknya bersikap
seimbang, seimbang antar pengawasan dengan kebebasan. Semakin muda usia anak,
semakin ketat pengawasan yang diberikan tetapi anak harus banyak diberi
pengertian agar mereka tidak ketakutan dengan orangtua yang dapat menyebabkan
mereka berpacaran dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin meningkat,
orangtua dapat memberi lebih banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap harus
dijaga agar mereka tidak salah jalan.
Penyelesaian masalah dalam pacaran
membutuhkan kerja sama orangtua dengan anak. Misalnya, ketika orangtua tidak
setuju dengan pacar pilihan si anak. Ketidaksetujuan ini hendaknya diutarakan
dengan bijaksana. Jangan hanya dengan kekerasan dan kekuasaan. Berilah
pengertian sebaik-baiknya. Hal yang paling penting di sini adalah adanya
komunikasi dua arah antara orangtua dan anak. Orangtua hendaknya menjadi
sahabat anak. Orangtua hendaknya selalu menjalin dan menjaga komunikasi dua
arah dengan sebaik-baiknya sehingga anak tidak merasa takut menyampaikan
masalahnya kepada orangtua. Dalam menghadapi masalah pergaulan bebas antar
jenis di masa kini, orangtua hendaknya memberikan bimbingan pendidikan seksual
secara terbuka, sabar, dan bijaksana kepada para remaja. Remaja hendaknya
diberi pengarahan tentang kematangan seksual serta segala akibat baik dan buruk
dari adanya kematangan seksual. Orangtua hendaknya memberikan teladan dalam menekankan
bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan. Mereka akan mempunyai pedoman
yang jelas tentang perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak
boleh dikerjakan. Dengan demikian, mereka akan menghindari perbuatan yang tidak
boleh dilakukan dan melaksanakan perbuatan yang harus dilakukan.
Berdasarkan penelitian di berbagai
kota besar di Indonesia, sekitar 20 hingga 30 persen remaja mengaku pernah
melakukan hubungan seks. Celakanya, perilaku seks bebas tersebut berlanjut
hingga menginjak ke jenjang perkawinan. Ancaman pola hidup seks bebas remaja
secara umum baik di pondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin
serius. Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut rata-rata
berusia 17-21 tahun, dan umumnya masih bersekolah di tingkat Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA) atau mahasiswa. Namun dalam beberapa kasus juga terjadi
pada anak-anak yang duduk di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tingginya
angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja erat kaitannya dengan
meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta kurangnya pengetahuan remaja akan
reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20
persen diantaranya dilakukan remaja. Hal ini pula yang menjadikan tingginya
angka kematian ibu di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara yang angka
kematian ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara.
Sudah saatnya di kalangan remaja
diberikan suatu bekal pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah, namun
bukan pendidikan seks secara vulgar. Pendidikan Kesehatan Reproduksi di
kalangan remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi,
tetapi bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual dan
sebagainya. Dengan demikian, anak-anak remaja ini bisa terhindar dari percobaan
melakukan seks bebas. Dalam keterpurukan dunia remaja saat ini, anehnya banyak
orang tua yang cuek saja terhadap perkembangan anak-anaknya.
Komentar
Posting Komentar